Mengkambing hitamkan Syaiful Jamil

· | JOE HOO GI | 28/02/2016
Mengkambing hitamkan Syaiful JamilKejahatan bisa dilakukan oleh siapa saja orangnya tanpa harus dikaitkan dengan identitas primordial dari tersangka. Ini artinya, perilaku seksual homogen atau bukan, heteroseks atau bukan sama-sama dapat melakukan kejahatan pencabulan dengan proporsi yang sama

JOEHOOGI.COM - Setiap ada tindak pidana pelecehan, pencabulan dan kekerasan seksual yang kebetulan dilakukan oleh tersangka perilaku seksual homogen, maka asumsi dari sebagian pihak yang terjadi dengan sangat tergesa-gesa mengambil kesimpulan hitam-putih betapa perilaku seksual homogen sebagai perilaku biang penyebab dari kehancuran moral manusia.

Tapi tidak sebaliknya ketika ada tersangka yang kebetulan bukan dari perilaku seksual homogen alias heteroseks melakukan tindak pidana pelecehan, pencabulan dan kekerasan seksual, maka yang terjadi tidak ada asumsi dari sebagian pihak yang mengkambing-hitamkan perilaku heteroseks sebagai biang kehancuran moral manusia. 

Kasus yang menimpa pada Syaiful Jamil yang dipersangkakan melakukan tindak pidana pencabulan maka asumsi yang beredar oleh berbagai pihak heteroseks menganggap bahwa perilaku perilaku seksual homogen lah sebagai biang penyebab Syaiful Jamil melakukan tindak pidana pencabulan. 

Bagaimana bila yang terjadi misalnya Syaiful Jamil yang kebetulan heteroseks melakukan tindak pidana pencabulan, apakah asumsi yang beredar oleh para pihak heteroseks akan juga bertindak adil beranggapan bahwa perilaku heteroseks lah sebagai biang penyebab Syaiful Jamil melakukan tindak pidana pencabulan?

Siapa saja, mau heteroseks atau bukan, bisa melakukan tindak pidana pelecehan, pencabulan dan kekerasan seksual. Tindak pidana pelecehan, pencabulan dan kekerasan seksual dari dulu hingga sekarang juga banyak dilakukan oleh para tersangka yang kebetulan dari heteroseks. 

Kasus Syaiful Jamil yang kebetulan perilaku seksual homogen hanyalah salah satu kasus dibandingkan dari sekian banyak kasus para tersangka heteroseks yang melakukan tindak pidana pelecehan, pencabulan dan kekerasan seksual. 

Ketika salah satu kasus yang kebetulan perilaku seksual homogen melakukan tindak pidana pencabulan, maka dengan serta merta asumsi dari para pihak heteroseks menganggap betapa perilaku seksual homogen lah sebagai biang kerok kehancuran, tapi ketika dari sekian banyak kasus para tersangka heteroseks melakukan tindak pidana pencabulan, maka ironinya tidak dengan serta merta asumsi dari para pihak heteroseks menganggap betapa heteroseks lah sebagai biang kerok kehancuran.

Kalau asumsi yang tumbuh dari prasangka-prasangka stereotipikal ini terus dipelihara, maka yang terjadi adalah perilaku seksual homogen berada dalam pihak yang terus menerus tertindas yang dipaksa untuk selalu menerima kekalahan dan kesalahan. 

Perilaku seksual homogen yang minoritas di tengah sistemik heteroseks yang mayoritas bilamana sistemiknya tidak bisa bertindak fair dan berlaku adil, maka yang terjadi kita sering dihadapkan pada fenomenal ketidak-adilan di mana perilaku seksual homogen berada di pihak yang terus menerus dijadikan target sebagai kambing hitam. 

Kejahatan bisa dilakukan oleh siapa saja orangnya tanpa harus dikaitkan dengan identitas primordial dari tersangka. Ini artinya, perilaku seksual homogenatau bukan, heteroseks atau bukan sama-sama dapat melakukan kejahatan pencabulan dengan proporsi yang sama. 

Jadi untuk menghadapi fenomenal kasus Syaiful Jamil seharusnya cukup hanya meranah kepada kejahatan an-sich tanpa harus dikaitkan dengan primordial dari sang tersangka. Mengkaitkan kejahatan dengan primordial pada pelakunya justru akan terjebak pada pemikiran hitam-putih yang subyektif..

Kalau kita terus terjebak pada pemikiran hitam-putih yang subyektif maka yang akan terjadi adalah tumbuhnya sikap superior dan inferor, menindas dan tertindas. Jika perilaku seksual homogen berada pada perannya sebagai kambing hitam maka betapa yang namanya kambing hitam selalu berada pada pihak inferior dan tertindas.

Perilaku  juga manusia sama seperti heteroseks. Mereka pun juga idem tidak pernah tahu dan tidak pernah menghendaki mengapa dilahirkan sebagai perilaku seksual homogen. Sekarang pun fenomenal kampanye anti perilaku seksual homogen semarak di seantero Nusantara, padahal ironisnya perilaku seksual homogen di Indonesia sudah ada ratusan tahun yang lalu sebelum Indonesia dan Hindia Belanda terbentuk. Betapa pola peradaban masyarakat Indonesia masa kini telah digiring mundur ke belakang sebelum 760 masehi atau sebelum kesenian Ludruk lahir.

Jika kita masih mengakui peradaban manusia Indonesia berdimensikan Ketuhanan, maka jika penghujatan kepada perilaku seksual homogen terus saja mendapat suport dan pembiaran, boleh jadi Tuhan pun akan marah menurunkan azab karma kepada keturunan kaum heteroseks atas segala congkak kesombongannya kelak akan lahir perilaku seksual homogen pada keluarganya agar dapat turut serta merta merasakan betapa sangat pedihnya hidup dalam bullying. Wallahu a'lam Bish-shawabi.Follow JOE HOO GI







Baca Lainnya

    Artikel Terkait