JOEHOOGI.COM - Banyak stereotip pemahaman subyektif yang beredar di tengah masyarakat Jogjakarta seolah-olah masyarakat minoritas etnis Tionghoa yang tinggal di Daerah Istimewa Jogjakarta tidak memberikan kontribusi perjuangannya untuk melawan pasukan imperialisme Belanda. Padahal sejarah telah menuliskan betapa Sultan Hamengkubuwono I ketika masih menjadi Pangeran Mangkubumi sudah menjalin kemitraan kebangsaan kepada masyarakat etnik Tionghoa sebagai kawan berperang melawan pasukan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Sejarah mencatat pada 20 Juli 1741 pasukan Mataram Islam yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi menyerang Benteng VOC di Kartasura. Lantas pada tanggal 1 Agustus 1741 pasukan Mataram Islam mendapatkan bala bantuan dari pasukan Tionghoa dari Laskar Kapitan Tay Wan Soey yang dipimpin oleh Sing Seh, Lee Yang, E Tik dan E poo untuk turut bersama-sama berperang melawan pasukan VOC. Koalisi antara pasukan Mataram Islam dan Laskar Kapitan Tay Wan Soey telah berhasil merebut Benteng VOC di Kartasura. Alhasil, 417 buah senapan api dan 3 buah meriam berhasil dirampas.
Kondisi selanjutnya pasukan VOC yang kalah terdesak oleh pasukan koalisi (pasukan Mataram Islam dan Laskar Kapitan Tay Wan Soey), kemudian menerapkan strategi devide et impera -nya mendesak kepada Kasunanan Surakarta, Raden Mas Prabasuyasa yang bergelar sebagai Pakubuwono II agar dapat bergabung dengan pasukan VOC melawan Laskar Kapitan Tay Wan Soey.
Jika Pakubuwono II menolaknya, maka VOC akan mencabut dukungan kekuasaannya. Ancaman VOC ini yang membuat Pakubuwono II mencabut dukungannya kepada Laskar Kapitan Tay Wan Soey dan berkoalisi dengan pasukan VOC untuk membabat Laskar Kapitan Tay Wan Soey. Perseteruan yang berbalik ini mengakibatkan ratusan Laskar Kapitan Tay Wan Soey gugur dalam pertempuran.
Tapi sikap pengkhianatan dari Pakubuwono II yang berkoalisi dengan pasukan VOC ini justru pada babakan selanjutnya telah membuat keruntuhan kekuasaan Pakubuwono II. Laskar Kapitan Tay Wan Soey yang dibantu oleh pasukan Mataram Islam anti Pakubuwono II berhasil menurunkan Pakubuwono II dari tahtanya, kemudian mengangkat Mas Gerandi alias Sunan Kuning alias Sunan Amangkurat V sebagai raja Mataram Islam. Tapi Sunan Amangkurat V kekuasaannya hanya sesaat sebab Desember 1743 dia tertangkap oleh pasukan VOC di Surabaya dan kemudian dibuang ke Negeri Srilangka.
Meski Sunan Amangkurat V telah tertangkap, tapi Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said tetap melakukan perlawanan kepada pasukan Pakubuwono II yang akan mau berkuasa kembali. Peperangan dua kubu antara pasukan Pakubuwono II yang berkoalisi dengan pasukan VOC versus pasukan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said yang berkoalisi dengan Laskar Kapitan Tay Wan Soey justru berakhir pada perundingan perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi dua wilayah kekuasaan, Kesultanan Jogjakarta dan Kesunanan Surakarta.
Tulisan ini merupakan intisari dari buku berjudul Geger Pecinan, Kronologis Perang Kapitan Sepanjang (1740-1743) yang ditulis oleh KRMH Daradjadi Gondodiprodjo, diterbitkan oleh Koleksi Museum Pustaka Peranakan Tionghoa. Semoga kehadiran tulisan saya ini dapat menjadi sumbangan kekayaan khazanah pengetahuan sejarah perjuangan bangsa kita untuk masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jogjakarta pada khususnya.