JOEHOOGI.COM - Masih ingat kasus perkelahian Muhamad Irfan Bahri untuk membela diri dari ancaman serangan para begal di jalan? Irfan terpaksa berkelahi untuk membela diri sebab jika Irfan tidak melakukan pembelaan diri, maka yang terjadi Irfan yang mati di tangan para begal. Silahkan baca kembali tulisan saya berjudul Bebaskan Irfan Mau Tunggu Apa Lagi? melalui blog ini.
Tidak ada manusia pun yang suka berkelahi, tapi ketika dalam kondisi yang memaksa maka sikap pilihan berkelahi adalah tindakan membela diri yang manusiawi.
Soetomo yang acap dipanggil dengan sebutan Bung Tomo dalam pidatonya di depan masyarakat Surabaya meminta kepada para arek Surabaya untuk siap berkelahi kepada tentara Inggris yang mau turut menjajah Indonesia setelah tahu kepergian tentara Jepang dari Indonesia pasca Bom Atom di Nagasaki. Bung Tomo tidak akan mengajak para arek Surabaya untuk melakukan perkelahian jika tentara Inggris tidak bermaksud ingin menjajah Indonesia melalui jalur laut Surabaya.
Coba lihat semua jejak sejarah dari para Pahlawan Nasional Indonesia, kecuali RA Kartini dan Dewi Sartika, sejarah telah membuktikan betapa mereka dengan terpaksa melakukan perkelahian hingga nyawa pun menjadi taruhannya ketika mereka terbelenggu, teraniaya dan tertindas sehingga sikap berkelahi pun menjadi pilihannya. Bahkan pahlawan wanita seperti Cut Nyak Dhien dan Martha Christina Tiahahu juga terpaksa harus berkelahi melawan penjajah.
Jika Belanda tidak melakukan penjajahan, maka mereka para Pahlawan Nasional tidak akan berkelahi. Jika para Pahlawan Nasional tidak mau berkelahi, maka gelar kehormatan sebagai Pahlawan Nasional pun tidak akan pernah disandangnya. Oleh karena mereka mau berkelahi melawan penjajah, maka gelar kehormatan sebagai Pahlawan Nasional pun diberikan Negara kepada mereka.
Apa yang salah dari pernyataan pidato Jokowi di depan para relawannya, kalau realitasnya hingga sampai saat ini belum ada manusia di sepanjang sejarah anak manusia, kecuali Isa Al-Masih dan Mahatma Gandhi, yang bersedia mau ditampar pipi kirinya tanpa mau membalas, bahkan dengan ikhlas mau memberikan pipi kanannya untuk ditampar kembali?
Allah SWT berfirman melalui Surat Al-Baqarah ayat 194:"Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu." {فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ} Kemudian ditegaskan kembali dalam Surat An-Nahl Ayat 126: "Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian." وَإِنْ عاقَبْتُمْ فَعاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ Selanjutnya Surat Asy-Syura Ayat 40:"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa." وَجَزاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُها
Sedangkan konotasi kalimat tapi kalau diajak berantem harus berani memiliki kandungan makna betapa kejahatan hate speech, bullying, hoax dan radikalisme kepada anak bangsanya sendiri melalui media sosial dan tempat-tempat publik sudah sangat mengancam keutuhan persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga sudah saatnya Negara harus berani tampil tidak boleh takut dan tidak lagi mendiamkan kejahatan hate speech, bullying, hoax dan radikalisme yang terus mengalami metamorfosa dalam arus pembiaran.
Akhirulkalam, betapa saya tidak pernah bisa memahami jalan crash pemikiran dari sebagian anak bangsa kita sendiri yang terjangkit Jokowiophobia, di satu sisi ketika Jokowi berpesan kepada para relawannya agar jangan membangun permusuhan kecuali kalau diajak berantem harus berani, malah justru didenotasikan oleh mereka sebagai pesan pidato Presiden yang mau memecah belah bangsa. Tapi di sisi lain para Jokowiophobia dengan bersuka hati berteriak menghasut di sana-sini dengan nada orasi penuh kebencian dan senantiasa menebar ancaman mau membunuh segala terhadap segala perbedaan yang dianggapnya kafir malah justru disupport sebagai bagian dari jihad membela agama.