JOEHOOGI.COM - Jika Negara saya analogikan sebagai anatomi tubuh manusia, maka apa yang terjadi jika anatomi dari tubuh manusia yang terdiri dari kesatuan berbagai anggota tubuh mendadak mengalami kelumpuhan, tidak saling terkait dan ingin memisahkan diri dari kesatuan tubuh manusia?
Kalau hal ini terjadi maka tubuh manusia akan mengalami sick without power, physical disability dan tubuh manusia akan kehilangan peranan keseimbangan fungsi kesejatiannya sebagai tubuh manusia yang normal dan sehat.
Jika Negara saya analogikan sebagai sepeda motor, maka apa yang terjadi jika sepeda motor yang terdiri dari kesatuan berbagai spare parts dari mulai mesin,roda,rantai,gir dan sebagainya mendadak mengalami kelumpuhan,tidak saling terkait dan ingin memisahkan diri dari kesatuan sepeda motor? Kalau hal ini terjadi dapat dipastikan sepeda motor akan mengalami kerusakan atau sepeda motor akan kehilangan peranan keseimbangan fungsi kesejatiannya sebagai sepeda motor yang normal.
Jika Negara saya analogikan sebagai Personal Computer (PC), maka apa yang terjadi jika Personal Computer yang memiliki satu kelengkapan hardwares inti yang saling kait mengkait sebagai mata rantai yang tidak saling terpisahkan seperti harus wajib ada motherboard, processor, random access memory (RAM), power supply, harddisk, keyboard, mouse dan sebagainya mendadak mengalami kerusakan? Jika hardwares inti terlepas dari PC maka otomatis PC akan kehilangan fungsinya sebagai PC.
Jika Negara saya analogikan sebagai keluarga dalam rumah tangga, maka apa yang terjadi jika keluarga yang terdiri dari kesatuan elemen keluarga dari mulai ayah atau suami, ibu atau istri dan anak mendadak mengalami kelumpuhan, tidak saling terkait dan ingin memisahkan diri dari kesatuan elemen keluarga? Kalau hal ini terjadi dapat dipastikan keluarga akan mengalami broken home atau keluarga akan kehilangan peranan keseimbangan fungsi kesejatiannya sebagai keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Kalau sudah demikian analoginya lantas apa yang akan bakal terjadi jika Negara yang terdiri dari kesatuan elemen kebangsaan dari mulai keragaman latar belakang sosial, kebudayaan, keyakinan agama dan sebagainya mendadak saling menebar kebencian, fitnah, rasa mau menang sendiri dan ingin memisahkan diri dari bingkai Negara Kesatuan? Kalau hal ini terjadi dapat dipastikan Negara akan mengalami chaos atau Negara akan kehilangan peranan keseimbangan fungsi kesejatiannya sebagai Negara Kesatuan.
Bung Karno dalam pidatonya dalam Hari Kebangkitan Nasional di Stadion Utama Senayan, Jakarta, 20 Mei 1964, pada intinya menyinggung jika Indonesia sebagai Nation State kehilangan peranan keseimbangan fungsinya sebagai Negara Kesatuan, maka hanya ada satu cara untuk memecah belah persatuan dari nilai-nilai Kebangsaan yang ada pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu melalui upaya politik adu domba (devide et impera).
Kesatuan dari keanekaragaman bangsa yang kuat, menurut Bung Karno, tiada lain tidak ubahnya seperti sapu lidi. Jika sapu lidi dicerai beraikan dan tidak diikat dalam bingkai kesatuan, maka sapu lidi menjadi tidak berguna dan mudah dipatahkan sebab telah kehilangan fungsinya sebagai sapu lidi.
Di tengah semakin tergerusnya nilai-nilai kebangsaan saat ini, akibat dari maraknya ujaran kebencian, intoleransi dan semangat radikalisme yang tumbuh dari kepentingan ambisi politik tertentu dan selalu berlindung dibalik Agama dan euforia kebebasan berdemokrasi sehingga Negara lagi-lagi tiada berdaya kecuali hanya melakukan pembiaran dan pembiaran sebab ketika ketegasan sikap Negara untuk tidak melakukan pembiaran terhadap tergerusnya nilai-nilai kebangsaan justru dijawab dan dipandang sebelah mata oleh sebagian dari para anak bangsa sendiri sebagai sikap otoriter Negara dan upaya kriminalisasi oleh Negara.
Kini sudah saatnya Negara harus tampil kuat. Tidak ada Negara di dunia ini yang bisa membangun dengan leluasa jika Negara berada dalam posisi yang sangat lemah, takut dan tunduk pada the threat of massive mass pressure sebab realitas sistem politik Indonesia masa kini telah menunjukkan kepada kita semua betapa kejahatan hukum seperti spread hate speech, spread the news of falsehood, radicalism, force of will dan intolerance bersembunyi pada the threat of massive mass pressure, maka Negara wajib tampil untuk menyelesaikannya dengan tekad menjalankan konsep Negara Hukum, The Rule of Law tanpa ada tawar menawar lagi.
Akhirulkalam, betapa equality before the law hanya bisa dijalankan jika Negara menjalankan penuh supremacy of law di atas segalanya, meskipun resiko yang harus ditanggung Negara mendapat black campaign sebagai Negara yang telah melakukan otoriter dan kriminalisasi. Sebab hanya ini satu-satunya solusi akhir dari Negara untuk mendapatkan fungsinya kembali sebagai Negara.