JOEHOOGI.COM - Makna substansial dalam kata evolusi bukan pernyataan yang mengandung rasisme sebab segala benda yang berwujud di dunia ini yang menyangkut benda bergerak dan tidak bergerak, bernyawa dan tidak bernyawa tidak dapat dilepaskan dari proses evolusi.
Tidak ada kondisi yang konsistensi dalam proses evolusi sebab segala kondisi benda yang berwujud di dunia ini yang menyangkut benda bergerak dan tidak bergerak, bernyawa dan tidak bernyawa pasti akan mengalami inkonsistensi sesuai proses perubahan waktu.
Betapa pun yang kita hadapi dengan waktu pasti tidak terlepas dari proses evolusi. Tidak ada segala benda yang berwujud di dunia ini terjadi secara ujuk-ujuk bim salabim alakadabra. Disadari atau tidak betapa semuanya mengalami proses evolusi.
Ketika manusia masih dalam fase balita hanya bisa merangkak dan bahkan mau makan harus dibantu untuk disuapi, tapi seiring berjalannya waktu sang balita mengalami proses evolusi ke masa kanak-kanak yang sudah gemar bermain berlarian ke sana kemari dan bisa makan secara mandiri.
Pernahkah Anda berpikir betapa dulunya area di mana kita pijak dan tinggal konon adalah hutan belantara tapi setelah mengalami proses evolusi selama beratus-ratus tahun lamanya berubah menjadi area pedesaan hingga berproses lagi menjadi area perkotaan.
Pendidikan sekolah yang ditempuh mahasiswa pun tidak ujuk-ujuk bim salabim alakadabra bisa serta-merta ke pendidikan tinggi. Melainkan pasti mengalami proses evolusi yang diawali dari taman kanak-kanak merangkak ke sekolah dasar hingga ke sekolah lanjutan sampai ke perguruan tinggi.
Proses evolusi inilah yang membuktikan betapa wajah rupawan Bung Karno ketika sedang membacakan pleidoi Indonesia Menggugat pada persidangan di Landraad Bandung tahun 1930 tampaknya sangat berbeda jauh dengan wajah Bung Karno ketika menjelang peristiwa 30 September 1965.
Proses evolusi inilah yang membuktikan betapa wajah rupawan Naoko Nemoto alias Ratna Sari Dewi Soekarno ketika masih bergelar sebagai Ibu Negara Indonesia yang mendampingi Presiden Soekarno pada masa-masa keterpurukan sebagai tahanan politik tampaknya mengingatkan kepada wajah rupawan Maria Ozawa. Tapi kini setelah mengalami proses evolusi wajah Ratna Sari Dewi sudah tidak lagi rupawan seperti Maria Ozawa.
Masih ingat wajah rupawan Rose DeWitt Bukater alias Rose Dawson Calvert yang dibintangi Kate Winslet dalam sinema Titanic (1997)? Cobalah bandingkan dengan wajah aslinya setelah mengalami proses evolusi dalam usia 101 tahun (1895-1996) teramat sangat-sangat jauh berbeda dengan wajahnya ketika masih berusia 17 tahun (1912).
Pernahkah kita sadari betapa Bumi pada masa Senozoikum yang oleh ahli geolog diperkirakan masa pada 250 juta tahun lalu ini pada awalnya daratan penuh. Proses evolusi pergeseran selama beratus juta tahun lamanya pada tektonik lempeng telah membuat daratan yang ada di dataran rendah menjadi lautan, sementara di dataran tinggi menjadi proses daratan benua.
Kepunahan habitat spesies di Bumi juga tidak terjadi secara ujuk-ujuk bim salabim alakadabra. Sejak evolusi pergeseran selama beratus juta tahun lamanya pada tektonik lempeng, aktivitas gunung berapi, pertumbukan meteor dan perubahan iklim, selain membuat kepunahan habitat spesies juga mengalami rekontruksi kimia alam membentuk habitat spisies baru yang sebelumnya tidak pernah ada.
Ditemukan berbagai fosil dari manusia purba sebagai akurasi ilmiah pada ilmu arkeologi telah menunjukkan betapa kehidupan yang terjadi di Bumi mengalami perubahan secara evolusi bermiliar-miliar tahun lamanya yang menandai adanya periode waktu peradaban manusia dari era pra sejarah homo erectus berevolusi kebudayaan ke era homo sapiens.
Perubahan nama dari Irian menjadi Papua tidak datang secara ujuk-ujuk bim salabim alakadabra. Proses evolusinya sudah berjalan selama 54 tahun yang diawali 16 Juli 1946 ketika pejuang Papua Frans Kaisiepo menyerahkan tanah Papua menjadi bagian propinsi di Indonesia dan mengganti nama Papua menjadi Irian. Kata Irian selain dari bahasa biak yang artinya sebuah bangsa yang memiliki derajad yang tinggi, juga memiliki singkatan Ikut Republik Indonesia Anti Netherland.
Jika kita flashback dan mau bertindak jujur pada hati nurani betapa tokoh elite politik yang betul-betul mendapat ujaran sarkastis rasisme tampaknya hanya dialami oleh seorang anak bangsa sendiri bernama Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.
Banyak jejak rekam video berupa aksi ujaran sarkastis rasisme seperti kutil babi, cina kafir dan sebagainya yang dilakukan oleh para elite FPI dan afiliasinya kepada Ahok sungguh sangat memilukan nilai kemanusiaan.
Ironisnya, mereka dari para elite FPI dan afiliasinya yang melakukan ujaran sarkastis rasisme kepada Ahok justru berada di barisan yang selalu membawa bendera Agama Islam. Padahal Al Qur'an sendiri yang dijadikan rujukan mereka dengan tegas anti rasisme atau menolak perilaku kezaliman manusia yang berbasis kepada ras.
Dalam QS al-Hujurat 13 pada intisarinya menegaskan bahwa beraneka ragam warna kulit, etnis dan suku seharusnya mendorong manusia agar saling mengenal, menghargai dan melindungi sebab kemuliaan manusia tidak ditentukan oleh warna kulit atau silsilah nenek moyangnya, melainkan oleh ketakwaannya.
Jika Abu Janda hanya melakukan cuitan evolusi yang disematkan kepada Pigai maka berbeda halnya dengan ujaran sarkastis rasisme yang dilakukan oleh para petinggi di FPI dan afiliasinya dalam setiap orasi pidatonya selalu membawa politik identitas dengan terang benderang menyebut Ahok dengan sebutan kutil babi, cina kafir dan pisuhan sumpah serapah sarkastis rasisme lainnya.
Akhirulkalam, konklusinya cuitan evolusi dari Abu Janda yang disematkan kepada Pigai tampaknya sudah diklarifikasi oleh salah satu anak bangsa kita sendiri dari Papua, Krisyanto Yen Oni melalui unggahan videonya sendiri dalam kanal Youtube nya (https://youtu.be/fOT5J81il4w). Pendapat dari Krisyanto Yen Oni ini saya serahkan penilaian kepada pubik. Wallahu a'lam bish-shawabi.