JOEHOOGI.COM - Mengacu kepada data dan statitik yang dikeluarkan oleh Center for Systems Science and Engineering The John Hopkins University mencatat ada 5.000.425 jiwa kematian global yang diakibatkan oleh bencana pandemik Corona Virus Disease (Covid-19) dari akhir tahun 2019 hingga sampai di ujung tahun 2021 atau dari sejak pertama kali Covid-19 terdeteksi di kota Wuhan di China hingga menyebar ke seluruh penjuru belahan dunia tanpa terkecuali di Indonesia.
Betapa sejarah berulang kali telah mencatat pada setiap bencana yang diakibatkan oleh pandemik telah banyak merenggut jiwa populasi manusia secara signifikan di berbagai belahan dunia. Kondisi penyebarannya akan berangsur berkurang setelah pandemik berubah menjadi endemik.
Endemik tidak akan pernah menggantikan pandemik jika pakar kesehatan dunia belum menemukan anti virusnya bernama vaksin. Padahal anti virus berupa vaksin akan optimal efektivitasnya jika secara kontinyu mengalami update. Vaksin tidak akan mengalami optimal efektivitasnya jika tidak ditargetkan melalui program vaksinasi.
Bagaimana pandemik Covid-19 dapat menjadi endemik, jika pandemiknya sendiri tetap dipelihara oleh sikap blunder keblinger sang Jokowiophobia Babe Aldo lewat provokasinya anti vaksin? Apakah dia pikir waktu dua tahun berjalan sebagai usia pandemik adalah waktu yang sangat lama sehingga membuat dia mengalami kejenuhan berpikir jernih dan keburu menjatuhkan pemikirannya yang absurd penuh curiga?
Waktu dua tahun berjalan untuk usia pandemik bukanlah waktu yang lama dan menyiksa jika kita mau menoreh sejarah pandemik yang pernah merenggut jiwa setengah dari populasi manusia di dunia seperti misalnya usia pandemik Cacar yang diakibatkan oleh virus Variola yang berlangsung sejak abad 15 hingga berakhir menjadi endemik pada tahun 1980.
Kalau usia pandemik Covid-19 baru berjalan dua tahun telah disebutnya sebagai teori konspirasi hingga sampai melakukan sikap penolakan terhadap program vaksinasi sebagaimana yang dilakukan oleh sikap blunder keblinger sang Jokowiophobia Babe Aldo lewat provokasinya anti vaksin, lantas bagaimana dengan pandemik Cacar yang berlangsung selama 500 tahun?
Kondisi pandemik dapat saya analogikan sebagai data files di komputer yang terinfeksi oleh virus dan belum ada kemampuan software anti virus untuk dapat mengaplikasikannya. Sedangkan program vaksinasi dapat saya analogikan sebagai upaya kemampuan software anti virus untuk memperbaiki dan menyelamatkan data files di komputer yang terinfeksi virus.
Sikap blunder keblinger sang Jokowiophobia Babe Aldo lewat provokasinya anti vaksin dapat saya analogikan sebagai upaya Babe Aldo yang melakukan kesesatan fatal berpikir kepada setiap pemilik komputer agar tidak perlu melakukan iinstal software anti virus untuk melindungi data files di komputer dari ancaman virus.
Kalau saya analogikan lebih jauh sikap blunder keblinger sang Jokowiophobia Babe Aldo lewat provokasinya anti vaksin ini maka sama saja membiarkan komputer telah kehilangan sistem keamanannya. Jika komputer kehilangan daya sistem keamanannya maka sama saja komputer kehilangan akurasi daya kinerjanya dari availability, autentication, privacy, confidentiality dan integrity,
Konklusinya sikap sang Jokowiophobia Babe Aldo yang blunder keblinger ini jika terus mendapatkan eksistensi pembiaran dari Negara maka kehadiran sang Jokowiophobia Babe Aldo justru sangat berbahaya dari keberadaan virus pandemik itu sendiri sebab vaksin sebagai anti virus sudah diypayakan ada untuk mengendalikan keadaan dari pandemik menjadi endemik tapi efektivitas program vaksinasinya justru ditolak oleh sang Jokowiophobia Babe Aldo lewat statement dan aksi provokasinya anti vaksin.
Terus terang saja saya tidak dapat memahami rasionalitas dari cara berpikir sang Jokowiophobia Babe Aldo dalam statement provokasinya anti vaksin. Bukankah selama ini Negara melalui pemerintah telah menggratiskan beban biaya program vaksinasi kepada rakyatnya tanpa terkecuali?
Apakah sang Jokowiophobia Babe Aldo memahami bahwa satu-satunya untuk mengakhiri keadaan dari pandemik menjadi endemik hanyalah melalui program vaksinasi sesuai target keseluruhan dari jumlah populasi manusia?
Apakah sang Jokowiophobia Babe Aldo selama ini menutup mata bahwa program vaksinasi ini tidak hanya dilakukan oleh Negara melalui pemerintah Indonesia, melainkan program vaksinasi juga sudah menjadi kebutuhan vital yang wajib dilaksanakan di semua negara di dunia tanpa terkecuali?
Lantas apakah yang menjadi rasionalitas keberatan Babe Aldo terhadap keberadaan program vaksinasi ini? Bukankah sikap provokasi anti vaksin secara publik sama saja memberikan eksistensi ruang kehidupan pandemik bagi virus untuk tetap eksis mengancam kehidupan jiwa populasi manusia di dunia?
Kadang melihat sikap provokasi anti vaksin yang digulirkan oleh sang Jokowiophobia Babe Aldo ini saya menjadi berpikir dan bertanya, apakah anak-anak kandung dari Babe Aldo diimunisasi ketika anak-anaknya masih tahap balita seperti vaksin untuk Polio, BCG, campak dan Hepatitis B? Kalau sang Jokowiophobia Babe Aldo konsisten dengan sikapnya yang blunder keblinger perihal provokasinya anti vaksin, maka seharusnya beliau menolak anak-anaknya mendapatkan imunisasi.
Akhirulkalam, saya tidak menghendaki jika aksi-aksi blunder keblinger sang Jokowiophobia Babe Aldo lewat provokasinya anti vaksin yang dilakukan secara terbuka di tengah publik justru dicapai hanya berlindung dibalik kebebasan berpendapat an sich tanpa bersandar pada substansi rasionalitas berpikir.