JOEHOOGI.COM - New York Time tanggal 1 Februari 2023 memuat kolom berjudul “ China and the U.S. Are Wooing Indonesia, and Beijing Has the Edge, The resource-laden nation of nearly 300 million is a big prize in the strategic battle between the United States and China for influence in Asia.
Indonesia negara sarat sumber daya dengan ekonomi triliunan dolar yang tumbuh cepat dan populasi besar, adalah hadiah besar dalam pertempuran geopolitik antara Washington dan Beijing untuk mendapatkan pengaruh di Asia. Dan lokasinya yang strategis, dengan sekitar 17.000 pulau yang membentang ribuan mil dari jalur laut vital, merupakan kebutuhan pertahanan bagi china dan AS. Apalagi kedua belah pihak bersiap menghadapi kemungkinan konflik atas Taiwan.
Intrik menjelang Pemilu 2024 terasa. Menhan AS berkunjung ke Indonesia bulan november tahun lalu. Dia mendesak agar indonesia teken perjanjian penjualan 36 jet tempur. Tapi Indonesia menolak syaratnya. Sementara Menhan Prabowo bertemu dengan Menhan China untuk melakukan latihan militer bersama.
Zaman Megawati sebagai presiden memang hubungan antara Indonesia dan AS kurang baik. Terutama karena Megawati menolak menyerahkan Abu Bakar Baashir kepada AS dalam kasus Teroris dan menghentikan kerjasama dengan IMF. “ Megawati sudah selesai. Bagi AS dia harus dihabisi” kata teman. Benarlah. Pada pemilu 2004, Megawati dikalahkan oleh SBY dari Partai Demokrat yang baru berdiri. Padahal Megawati incumbent dan juara Pileg tahun 1999. Tapi itulah politik.
Era SBY, periode pertama memang terkesan SBY menjadi golden boy AS. Pada tahun 2006, SBY memecat dewan direksi Pertamina yang menghambat proses pengalihan block cepu. Kemudian SBY menunjuk ExxonMobil sebagai operator utama pengelolaan Blok Cepu selama 30 tahun. Namun periode kedua, SBY mulai menjaga keseimbangan antara China dan AS. Tapi dia menjadikan Budiono sebagai Wapres yang diketahui termasuk follower IMF/ AS
MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) dirancang SBY bertujuan memetakan potensi sumber daya alam Indonesia terhadap geopolitik dan geostragis global yang berkaitan dengan geographi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Artinya Indonesia tidak berpihak kemana mana. Kita focus kepada kepentingan nasional. Siapapun Asing masuk ke Indonesia dipersilahkan. Mereka deal dengan Undang-Undang bukan dengan Politik. Untuk itu perlu revisi UU keseluruhan. Maklum UU sebelumnya sarat dengan kepentingan asing. Tapi SBY saat itu tidak berani menggolkan UU Cipta Kerja karena diplototi oleh AS sehingga MP3EI menjadi useless.
Jokowi memang diusung oleh PDIP tetapi pendukung utama adalah Surya Paloh. Saat itu SP bermitra dengan Sam Pa. Setelah Jokowi terpilih, Sam Pa melalui China Sonangol mengajukan proposal untuk menggantikan Petral. Tapi tahun 2015, Sam Pa ditangkap KPK China. Rencana bisnis kandas. Selanjutnya akses ke china dipegang LBP. Kiblat ekonomi Indonesia pro Beijing. AS-Eropa sekedar teman saja. Setelah hampir 50 tahun Blok Rokan dikelola PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI), akhirnya dikuasai pemerintah tanpa diberi hak perpanjangan. Begitu juga Mahakam yang 50 tahun dikuasai Perancis dan jepang, akhirnya diambil Pemerintah. Dan rencana berikutnya Block Masela.
Sementara Perdagangan bilateral antara Indonesia dan China mencapai US$124,4 miliar pada tahun 2021, lebih dari tiga kali perdagangannya dengan AS (US$36,5 miliar). Beijing telah menjadi mitra dagang terbesar Jakarta sejak 2013. Bagaimana dengan bantuan pinjaman China ke Indonesia? Data SULNI April 2019, utang luar negeri dari Pemerintah China sebesar 17,7 Miliar USD atau setara dengan 248,4 Triliun. Di luar itu juga dapat fasilitas lewat skema ODA dan OOF sebesar masing masing USD 4,42 miliar dan 29,96 Miliar. Indonesia termasuk 10 negara penerima pinjaman terbesar dari Tiongkok melalui dua skema tersebut.
AS menyadari memang kalah dari China soal ekspansi ekonomi di Indonesia. Lewat program Blue Dot Network, AS melalui IDFC menjajaki kerjasama ekonomi secara menyeluruh dengan Indonesia. Itu ditandai hubungan yang sangat mesra antara Jokowi dan Boss IDFC. “ Itu mungkin karena China tidak tertarik membiayai IKN dan tersendatnya pembiayaan kereta cepat Jakarta - Bandung. “ Kata Teman. Program direncanakan senilai USD 150 miliar ini akan dilaksanakan tahun 2024. Disamping itu IDFC juga sudah kunci kemitraan lewat INA (sovereign wealth fund Indonesia). Disamping itu tahun 2020 BI dapat fasilitas Repo line sebesar USD 60 miliar dari FIMA. Kalau fasilitas ini dicabut oleh AS, tentu akan sulit bagi Indonesia mengendalikan kurs.
Dengan gambaran diatas, saya mencoba menganalisa politik real Indonesia terhadap keberadaan AS dan China dalam konteks orientasi ekonomi.
Pertama. PDIP lebih condong ke China daripada ke AS. Alasannya, China beda dengan AS. China tidak berpolitik hegemoni tetapi kemitraan ekonomi semata. Jadi Politik bebas aktif Indonesia tetap bisa dilaksanakan. Yang jadi masalah, saat sekarang ketua Kadin bidang kerjasama dengan China, dipegang oleh Boy Thohir yang dekat dengan LBP. Penyelesaian utang BUMI milik Bakri oleh Antony Salim, menyelamatkan China investment Corporation sebagai kreditur konversi BUMI yang akhirnya menjadi pemegang saham BUMI.
Dengan demikian dua raksasa batubara, Boy dan Antony, tentu lebih happy bermitra dengan China, Karena China buyer terbesar batubara mereka. Mereka lebih mendukung Calon yang diarahkan Jokowi. PDIP sendiri tidak punya akses langsung ke China maupun ke pengusaha yang bermitra dengan China.
Kalau PDIP memilih orientasi ke China, dan juga dapat sumber daya membiayai Pemilu 2024, maka PDIP harus rela menjadikan Jokowi sebagai king maker. Dalam hal ini adalah Ganjar Pranowo. Mengapa? karena Ganjar adalah presiden man, Juga disukai oleh mereka yang bermitra bisnis dengan China.
Mengapa Jokowi terkejut dan kecewa? Seharusnya SP bicara kepada Jokowi atas rencananya mencalonkan Anies. Sehingga Jokowi bisa kondisikan lewat LBP yang juga punya akses ke AS. Dengan bergabungnya PD, itu sama saja dia tidak butuh jalur koneksi lewat Jokowi.
Jelasnya kini Koalisi Perubahan untuk Anies sudah aman soal dana pemilu. Bagi Jokowi ini sangat serius. Menghadapi pencalonan Anies ini tidak bisa dengan keras. Haruslah kompromi. Karena bagaimanapun Jokowi butuh soft landing. Peran LBP melobi SP sangat strategis.
Ketiga. Bagaimana dengan partai kurcaci seperti Golkar, Gerindra, PKB, PPP, PAN? Partai ini hanya menanti operan bola lambung dari PDIP atau Nasdem saja. Mana yang enak petunjuk arah menendangnya pasti goal. Koalisi dengan PDIP, Nasdem dan bahkan dijadikan joki capres untuk dikondisikan kalah pun okei saja. Jadi pendukung saja juga okei asalkan dapat kompensasi.
Akhirulkalam sebagai konklusinya menurut saya sudah seharusnya politik demokrasi terbuka ini ditiadakan. Lebih baik pemilihan Pileg tertutup dan kemudian presiden dipilih oleh MPR/DPR, sehingga akses pemodal dan asing tidak bisa masuk ke arena politik lewat proxy mereka. Ayolah secepatnya amandemen UUD 45 sebelum Pemilu 2024. (R. Roland Anziano, SH)